
“Bali memang memesona. Yogyakarta selalu istimewa. Tapi kota tetangga juga asyik untuk disapa”
Ada suatu fenomena alami yang jelas teramati setiap kali menumpang kereta komuter Yogya-Solo pada akhir pekan. Dari kedua arah selalu ramai dan sesak penumpangnya. Sebagian dari para penumpang adalah kaum pekerja yang masih harus ulang-alik pada akhir pekan. Ada pula mahasiswa Yogya yang pulang ke Solo atau sebaliknya.
Namun, selain itu semua sudah dipahami khalayak bahwa dua kota budaya yang bertetangga ini menjalin hubungan timbal balik dalam bentuk “saling berkunjung”. Setiap memasuki akhir pekan, orang Jogja semakin banyak yang pelesiran ke Solo. Begitu pula warga Solo kalau liburan banyak yang memilih tandang ke Jogja.
Apa alasannya? Sudah pasti beragam. Setiap orang memiliki alasan dan pertimbangan sendiri saat menentukan tempatnya berlibur.
Berkaca dari pengalaman sendiri yang dalam beberapa tahun terakhir lebih sering menikmati car free day di Solo dibanding berjalan pagi di Malioboro, saya memilih pelesiran ke Solo karena kota ini relatif nyaman dan menyenangkan untuk dijelajahi secara santai dengan berjalan kaki maupun menumpang transportasi umum. Sejak keluar dari pintu stasiun, ada banyak tempat menarik untuk berwisata kuliner dan sejarah yang bisa dikunjungi hanya dengan berjalan kaki. Secara khusus saya menyukai petualangan kuliner di Solo. Meski bertetangga dengan Jogja, kuliner Solo memiliki perbedaan jenis dan keragaman yang mencolok. Selain itu banyak tempat makan nikmat yang murah di Solo.
Tak terkecuali wisatawan yang memutuskan untuk mengunjungi “kota bersaudara” ini sekaligus. Dalam benak mereka, mumpung sedang berlibur di Yogya tidak ada salahnya menikmati Solo setengah hari. Sementara wisatawan yang memulai liburannya di Solo memilih Yogya sebagai destinasi penutup dan memilih pulang melalui stasiun, bandara, atau terminal di Yogya.
Alasan subyektif lainnya karena kota Solo dalam beberapa tahun terakhir rutin menyuguhkan banyak pertunjukkan musik yang menarik. Aneka festival musik dan konser digelar di Solo. Bahkan, band favorit saya, KAHITNA, pernah dalam setahun pentas 3 kali di Solo.
Sudah barang tentu itu menjadi alasan kuat untuk saya pelesiran ke Solo sekaligus menonton band idola. Menyamakan waktu menonton konser dengan berlibur bisa lebih menghemat. Sekali berkunjung, dua sampai tiga maksud bisa terengkuh. Pelesiran terpenuhi, staycation bisa dinikmati, konser musik pun bisa dirayakan.
Biasanya saya akan berangkat pagi hari dari stasiun besar Yogyakarta. Kendaraan saya parkir di stasiun. Selanjutnya saya menumpang kereta komuter atau kerena komersial tarif khusus ke Solo. Ongkosnya jauh lebih hemat dibanding melaju dengan kendaraan sendiri. Perjalanan pun lebih nyaman dan cepat.