
Berbicara makanan tradisional Indonesia, kebanyakan orang langsung terbayang soal cita rasa khas dan resep turun-temurun. Tapi tahukah kamu, di balik kelezatannya, banyak makanan tradisional kita lahir dari prinsip ramah lingkungan? Sejak dulu, masyarakat Indonesia dikenal kreatif mengolah sisa hasil produksi pangan menjadi hidangan baru yang tak kalah nikmat.
Alih-alih membuang sisa olahan seperti ampas tahu, kelapa, atau tulang-tulang sisa daging, masyarakat kita memanfaatkannya menjadi makanan khas di daerah masing-masing. Proses ini bukan sekadar hemat bahan, tapi juga bentuk kearifan lokal yang mendukung gaya hidup zero waste. Tanpa disadari, tradisi kuliner seperti ini sudah mencerminkan konsep green initiative yang kini digaungkan di seluruh dunia.
Oncom

Berdasarkan jurnal dengan judul “Oncom: A Nutritive Functional Fermented Food Made from Food Process Solid Residue” oncom adalah makanan fermentasi yang telah dikonsumsi oleh orang Sunda di Jawa Barat sejak abad ke-17. Oncom dapat diolah menjadi berbagai hidangan, mulai dari lauk seperti pepes oncom hingga snek, keripik oncom.
Tengkleng

Mengutip dari “Culinary Tourism Development Model in Surakarta,” tahun 2018 , tengkleng adalah kuliner asal Surakarta yang terbuat dari tulang dan organ dalam kambing. Sejarah pembuatan hidangan ini dimulai ketika pendudukan Belanda di Surakarta. Daging kambing biasanya dinikmati oleh bangsa Belanda dan bangsawan pribumi sementara tulangnya dibuang. Lalu masyarakat lokal yang tak dapat membeli daging kambing mencoba mengelola sampah tulang yang dimasak dengan bumbu lokal. Meski hanya tulang, biasanya ada sedikit daging yang menempel.
Blondo

Walaupun kurang dikenal oleh masyarakat, blondo merupakan makanan tinggi protein. Salah satu ayam goreng kesukaan Presiden ke-7 Jokowi yang terkenal di Solo nyatanya juga menggunakan bahan ini.
Dalam jurnal milik Prasetya (2019) bahan baku blondo berasal dari sisa produksi minyak kelapa. Dalam pengolahan minyak kelapa murni dengan cara tradisional terdapat residu atau ampas berbentuk gumpalan kecil berwarna coklat. Ampas tersebut ternyata memiliki rasa manis dan gurih, sehingga enak dikonsumsi. Blondo dapat dikonsumsi sebagai lauk langsung dengan nasi hangat atau bumbu pendamping.
Tempe Gembus

Tempe gembus adalah salah satu jenis tempe yang banyak ditemukan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Jika di Banyumas tempe ini dikenal dengan nama tempe gajes, sedangkan di Jawa Timur disebut tempe menjes. Bahan pembuatan tempe gembus berasal dari ampas tahu yang dulunya untuk pakan ternak, ikan, hingga untuk membersihkan lantai rumah.Lalu, sekitar tahun 1943, tempe gembus mulai dikenal masyarakat umum sebab saat itu kekurangan bahan makanan. Tempe ini juga cenderung rendah lemak sedangkan memiliki kadar serat yang tinggi.